Duniaku - Kesehatan
milik siapa? Ketika pertanyaan tersebut dilontarkan kepada orang ‘kecil’,
mungkin mereka akan menjawab bahwa kesehatan milik orang ‘besar’, orang yang
ber’uang’. Ketika sedang menyimak berita di televisi tentang anak kecil dari
keluarga miskin yang menderita penyakit polio (kelumpuhan tulang) dan tak mampu
berobat, sehingga hanya dibiarkan begitu saja, ayah saya nyeletuk, “yang boleh sakit tuh cuma orang kaya, orang
miskin nggak boleh sakit”. Tanggapan positif dari pemerintah ditunjukkan
dengan adanya program bantuan kesehatan
seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk masyarakat miskin yang bertujuan
agar setiap orang mempunyai akses yang sama untuk mendapatkan pengobatan. Namun,
program tersebut belum terlaksana secara merata. Oleh karena itu, kementerian
kesehatan meluncurkan program baru yakni Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
akan dilaksanakan pada tahun 2014. Dengan program ini, diharapkan pelayanan
kesehatan akan lebih merata, sehingga tak ada lagi istilah orang kecil dan
orang besar.
Program
JKN yang tentu akan menelan anggaran trilyunan rupiah itu nampaknya hanya akan
menjadi ajang buang-buang duit secara percuma, jika dari masyarakat sendiri
belum ada kesadaran untuk membiasakan hidup sehat. Ketika masyarakat tidak bisa
menjaga pola hidup sehat, mereka akan rentan sakit, kemudian memanfaatkan JKN
untuk pengobatan. Alhasil, masyarakat sendirilah yang justeru dengan kata lain menjadi
beban negara, meskipun secara konstitusi memang benar bahwa negara berkewajiban
melindungi hak-hak warganegaranya. Namun, hal yang perlu digaris bawahi adalah
anggaran untuk kesehatan ini tidak sedikit jumlahnya, terlebih lagi dengan
pertumbuhan penduduk yang meningkat. Program Jamkesmas 2012, Kemenkes masih
menunggak sekitar 13 trilyun rupiah yang kabarnya akan mulai dibayar tahun 2014.
Upaya promotif dan preventif atau upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit memang harus dilakukan secara serius dengan tanpa mengabaikan upaya
kuratif dan rehabilitatif atau pengobatan dan penyembuhan, bahkan sejak dini
sekalipun. Untuk mengimbangi program luar biasa tersebut, perlu adanya upaya
pemberian edukasi kesehatan untuk anak agar mereka lebih peduli dan sadar akan
pentingnya menjaga kesehatan.
Beberapa
waktu lalu media sempat diramaikan dengan berita anak berusia 5 tahun yang kecanduan
rokok. Padahal kita semua sama-sama mengetahui bahaya dari rokok untuk kesehatan.
Tidak bisa dipungkiri rokok mempunyai kontribusi besar terhadap peningkatan
jumlah penderita PTM (Penyakit Tidak Menular) seperti jantung, kanker,
hipertensi, dsb. Tembakau membunuh lebih dari setengah
jumlah penggunanya, hampir 6 juta orang pertahun, diantaranya 5 juta orang
perokok dan mantan perokok, serta 600.000 orang bukan perokok yang terpapar
asap rokok. Bila tidak dilakukan tindakan pengendalian, kematian akan meningkat
cepat bahkan Kemenkes memperkirakan lebih dari 8 juta orang pada tahun 2030. Prevalensi (persentase populasi)
merokok di Indonesia sangat tinggi di berbagai lapisan masyarakat, terutama
pada laki-laki mulai dari anak-anak, remaja dan dewasa. (Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan Semester II Desember 2012)
Gambar
1. Peningkatan Prevalensi Merokok
Gambar
2. Trend Usia Mulai Merokok
Melihat
data yang ada, upaya pengendalian sebagai solusi jangka panjang dapat dilakukan
dengan edukasi kesehatan sejak usia dini. Karena seperti disebutkan sebelumnya,
JKN nampaknya akan useless jika
masyarakat malah membuat dirinya sakit. Perlu diketahui data bahwa hampir 80% di dunia 1 milyar perokok di negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah. Penggunaan produk tembakau secara global meningkat,
tetapi di negara-negara yang berpendapatan tinggi dan menengah justru terjadi
penurunan. (Kemenkes, 2012). Tembakau merupakan
peringkat utama penyebab kematian, namun sebenarnya dapat dicegah, salah
satunya dengan edukasi kesehatan sejak dini. Tidak hanya karena alasan merokok
sebagai penyebab utama PTM, melainkan karena arti penting dari edukasi
kesehatan sejak usia dini sebagai pembentukan generasi sehat yang lebih
produktif.
Edukasi kesehatan sejak usia dini membutuhkan
kerjasama berbagai pihak, orang tua, guru, pemerintah, serta masyarakat.
1.
Orangtua
Mudyahardjo dalam jurnal Cakrawala Pendidikan Hadi Iswanto, 2012
menyatakan bahwa pendidikan mempunyai lingkup yang terentang dari bentuk-bentuk
informal sebagai pengalaman yang tidak terbatas dalam waktu, tempat dalam
lingkungan hidup. Carol & Barbour dalam jurnal yang sama juga menyatakan
bahwa pengalaman ini sejak dini mengarah pada pencapaian ranah pendidikan,
yaitu pengetahuan, kesadaran dan sikap, sampai kepada praktik dalam kehidupan
sehari-hari. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mentransformasi nilai dan
norma.
Orangtua
sebagai pendidikan pertama bagi anak, sudah seharusnya menanamkan nilai-nilai
kesehatan dari yang paling sederhana, seperti kebiasaan mencuci tangan sebelum
makan, memotong kuku dan menggosok gigi secara teratur, membuang sampah pada
tempatnya, tidak membiasakan jajan di pinggir jalan sembarangan, dan
sebagainya. Dengan menerapkan kebiasaan tersebut, dapat terbentuk karakter
dasar siswa untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungannya. Karena anak-anak
akan belajar dari apa yang dia lihat sehari-hari, sehingga orangtua pun juga
harus membudayakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri sekaligus sebagai
teladan bagi anak.
2.
Lembaga
Pendidikan
Lembaga
pendidikan dalam hal ini sekolah mempunyai peran Namun, setelah mengenal
kehidupan di sekolah, anak dengan sendirinya akan menyesuaikan diri dengan
teman-temannya. Di sini, anak akan sangat mudah terpengaruh oleh kebiasaan
teman-temannya. Seperti yang sering ditayangkan dalam salah satu acara
televisi, banyak jajanan anak sekolah yang mengandung pewarna tekstil, boraks,
formalin, pemanis buatan, dan zat berbahaya lainnya yang pemakaiannya melebihi
batas kebolehan. Oleh karena itu, guru sebagai orangtua kedua anak ketika di
sekolah juga perlu mengarahkan siswa agar menjaga kebersihan dan kesehatan.
Peran sekolah dalam upaya preventif dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama
dengan puskesmas untuk mengadakan sosialisasi ringan tentang kesehatan kepada
anak, program dokter kecil sebagai pembentukan kader kesehatan tingkat dasar,
atau program lain yang relevan.
Dengan adanya
program pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah dari pemerintah hendaknya
ditindaklanjuti oleh pihak sekolah secara berkelanjutan seperti pembinaan
tentang sanitasi dan air bersih, kesehatan gizi, bahaya merokok, alkohol, dan
sebagainya sesuai dengan kebutuhan sekolah. Namun, belum semua sekolah
menerapkan program UKS karena berbagai faktor seperti keterbatasan sarana dan
prasarana, SDM, serta lemahnya koordinasi (Rakernas UKS, 2012).
Tabel
1. Persentase UKS di Indonesia
Jenjang Pendidikan
|
Persentase
|
SD
|
50
– 60 %
|
SMP
|
40
– 50 %
|
SMA
|
30
– 35 %
|
TK
|
20
– 30 %
|
Pendidikan dan kesehatan adalah dua hal yang penting
dalam pembangunan SDM yang berkualitas. Dimana kesehatan menjadi
syarat utama dalam keberhasilan proses pendidikan, sementara pendidikan yang
diperoleh oleh masyarakat dapat mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang.
3.
Pemerintah
beserta masyarakat
Pemerintah
sebagai pemegang kebijakan, baik pemerintah pusat dan daerah mempunyai peranan
yang sangat penting terhadap terlaksananya edukasi kesehatan usia dini bagi
masyarakat. Peraturan
perundangan akan melahirkan kelembagaan yang mengikat seluruh masyarakat
bangsa. Komitmen politik mengikat penyelenggara negara, pemerintah pusat dan
daerah serta masyarakat. Pendidikan kesehatan yang diwujudkan dalam bentuk
operasional pembelajaran melalui berbagai pelayanan kesehatan dengan sasaran
anak usia dini mejadi suatu kewajiban, tugas dan tanggung jawab. Kewajiban,
tugas dan tanggung dirumuskan melalui legislasi dan regulasi tingkat nasional
atau pusat dan daerah (Jurnal Cakrawala Pendidikan, 2012:318). Sudah
saatnya pemerintah mulai mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kinerja
puskesmas dan posyandu, baik dari segi realisasi program pelayanan dan SDM. Program
pelayanan kesehatan untuk anak perlu diintensifkan dan dilaksanakan secara
merata.
Puskesmas dan
Posyandu seharusnya mempunyai program rutin mengadakan kerjasama dengan
pemerintah desa-desa misalnya mengadakan pemeriksaan kesehatan ringan langsung
ke desa. Hal ini menjadi penting ketika para lansia yang terkadang sudah tidak
memungkinkan untuk jauh-jauh datang ke Puskesmas karena keterbatasan fisik,
transportasi, maupun biaya. Selain itu, program Kader Sehat, di mana dia adalah
seorang yang secara sukarela menjadi relawan untuk membantu kegiatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas atau Posyandu setempat. Program Kader Sehat belakangan
ini sudah jarang terdengar, padahal mereka yang tergugah hatinya untuk menjadi
Kader Sehat dapat menjadi cermin diri bagi para pegawai kesehatan agar tidak
melulu memikirkan materi atas jasa kesehatan yang diberikannya, melainkan lebih
mengedepankan pengabdian kesehatan bagi masyarakat.
Selain pemerintah, perusahaan sebagai
bagian dari kehidupan sosial dalam masyarakat, dapat turut berkontribusi dalam
pembangunan kesehatan bagi masyarakat melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Program CSR ini hendaknya
dilaksanakan secara berkesinambungan dan lebih berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat. Program CSR di bidang pembangunan kesehatan, seperti fasilitasi
kesehatan lingkungan bagi masyarakat, pengobatan gratis, imunisasi gratis,
vaksinasi, dan sebagainya. Dalam pelaksanaannya pun, hendaknya melibatkan
Puskesmas atau Posyandu setempat, sehingga terjadi sinergi antara pemerintah,
puskesmas, perusahaan, dan masyarakat
untuk bersama membangun generasi yang lebih sehat.
Berdasarkan penjabaran di atas, tentu
realisasinya tidak semudah membalikkan telapak tangan, masalah anggaran dan
koordinasi, tentu akan selalu mengiringi pelaksanaan suatu program. Sebagai
warga negara yang baik, mengkritik pemerintah itu boleh, namun, kita juga harus
mengerti pemerintah, bahwa Indonesia bukanlah negara kecil yang masyarakatnya
tidak sedikit. Nah, langkah kecil yang dapat kita lakukan adalah membantu
pemerintah dengan tindakan-tindakan perbaikan nyata dari diri kita sendiri,
minimal di lingkungan sekitar kita. Kesadaran lah yang perlu dibangun dalam
diri setiap individu melalui forum peduli kesehatan, forum peduli lingkungan,
atau apapun bentuknya. Sinergitas yang terbangun harapannya dapat membantu
mewujudkan edukasi kesehatan sejak usia dini untuk mewujudkan generasi penerus
bangsa yang lebih sehat dan produktif dalam percepatan pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Iswanto, Hadi. 2012. Jurnal Cakrawala Pendidikan: Pendidikan Kesehatan Unsur Utama dalam
Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Cakrawala Pendidikan
Kemenkes RI. 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Edisi Semester II 2012. Jakarta:
Kemenkes RI
Widaninggar W. 2012. Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah. Disampaikan dalam Rakernas UKS
2012
Postingan ini diikutkan di dalam lomba blog Kesehatan yang diadakan oleh Forum Peduli Kesehatan Rakyat:
Postingan ini diikutkan di dalam lomba blog Kesehatan yang diadakan oleh Forum Peduli Kesehatan Rakyat: