A. Judul
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA OMBAK
B.
Latar Belakang
Krisis energi telah diprediksikan akan
melanda dunia pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan semakin langkanya minyak
bumi dan semakin meningkatnya permintaan energi. Untuk itu diperlukan sebuah
terobosan untuk memanfaatkan energi lain, selain energi yang tidak terbarukan.
Karena kalau kita tergantung pada energi tidak terbarukan, maka di masa depan
kita juga akan kesulitan untuk memanfaatkan energi ini karena keterbatasan
populasi dari energi tersebut.
Untuk itu kita akan
mencoba menggali informasi tentang tenaga ombak yang sebenarnya sudah
dimanfaatkan oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan survei yang
dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Pemerintah
Norwegia sejak tahun 1987, terlihat bahwa banyak daerah-daerah pantai yang
berpotensi sebagai pembangkit listrik bertenaga ombak. Ombak di sepanjang
Pantai Selatan Pulau Jawa, di atas Kepala Burung Irian Jaya, dan sebelah barat
Pulau Sumatera sangat sesuai untuk menyuplai energi listrik. Kondisi ombak seperti
itu tentu sangat menguntungkan, sebab tinggi ombak yang bisa dianggap potensial
untuk membangkitkan energi listrik adalah sekitar 1,5 hingga 2 meter, dan
gelombang ini tidak pecah hingga sampai di pantai.
Potensi tingkat
teknologi saat ini diperkirakan bisa mengonversi per meter panjang pantai
menjadi daya listrik sebesar 20-35 kW (panjang pantai Indonesia sekitar 80.000
km, yang terdiri dari sekitar 17.000 pulau, dan sekitar 9.000 pulau-pulau kecil
yang tidak terjangkau arus listrik nasional, dan penduduknya hidup dari hasil
laut). Dengan perkiraan potensi semacam itu, seluruh pantai di Indonesia dapat
menghasilkan lebih dari 2~3 Terra Watt Ekuivalensi listrik, bahkan tidak lebih
dari 1% panjang pantai Indonesia (~800 km) dapat memasok minimal ~16 GW atau
sama dengan pasokan seluruh listrik di Indonesia tahun ini.
C.
Perumusan Masalah
Berdasarkan analisis situasi yang di
jelaskan sebelumnya dapat di ketahui bahwa masalah yang dihadapi oleh dunia
sekarang ini adalah semakin
langkanya minyak bumi dan semakin meningkatnya permintaan energi.
Dengan demikian masalah yang akan
dibahas dan dipecahkan melalui pembuatan paper ini antara lain adalah:
1. Tiga tipe Energi.
2. PLTO memakai teknologi OWC (Oscillating Wave Column).
3. Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang
Laut.
4. Setrum dari Tengah Laut.
D.
Tiga tipe Energi
Secara umum, potensi energi gelombang
laut dapat menghasilkan listrik dapat dibagi menjadi tiga tipe potensi energi
yaitu energi pasang surut (tidal power), energi gelombang laut (wave energy),
dan energi panas laut (ocean thermal energy).
1. Energi pasang surut merupakan energi
yang dihasilkan dari pergerakan air laut akibat perbedaan pasang surut.
2. Energi gelombang laut adalah energi
yang dihasilkan dari pergerakan gelombang laut menuju daratan dan sebaliknya.
3. Energi panas laut memanfaatkan perbedaan
temperatur air laut di permukaan dan di kedalaman.
Indonesia belum pemanfaatan energi
gelombang laut sebagai sumber listrik. Memang Indonesia dengan wilayahnya yang
luas, memiliki potensi mengembangkan PLTGL. Namun untuk merealisasikan hal
tersebut perlu dilakukan penelitian lebih mendalam. Tetapi secara sederhana
dapat dilihat bahwa probabilitas menemukan dan memanfaatkan potensi energi gelombang
laut dan energi panas laut lebih besar dari energi pasang surut.
Pada dasarnya pergerakan laut yang
menghasilkan gelombang laut terjadi akibat dorongan pergerakan angin. Angin
timbul akibat perbedaan tekanan pada 2 titik yang diakibatkan oleh respons
pemanasan udara oleh matahari yang berbeda di kedua titik tersebut. Dengan
sifat tersebut, energi gelombang laut dapat dikategorikan sebagai energi
terbarukan.
Gelombang laut secara ideal dapat
dipandang berbentuk gelombang yang memiliki ketinggian puncak maksimum dan
lembah minimum. Pada selang waktu tertentu, ketinggian puncak yang dicapai
serangkaian gelombang laut berbeda-beda. Ketinggian puncak ini berbeda-beda
untuk lokasi yang sama jika diukur pada hari yang berbeda. Meskipun demikian,
secara statistik dapat ditentukan ketinggian signifikan gelombang laut pada
satu titik lokasi tertentu.
Ketinggian dan periode gelombang
tergantung kepada panjang fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan
tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh bentuk
daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetch-nya, ketinggian
gelombangnya akan semakin besar. Angin juga memunyai pengaruh yang penting pada
ketinggian gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang
lebih besar.
Gelombang yang menjalar dari laut dalam
(deep water) menuju ke pantai akan mengalami perubahan bentuk disebabkan
adanya perubahan kedalaman laut. Apabila gelombang bergerak mendekati pantai,
pergerakan gelombang di bagian bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan
melambat. Ini adalah akibat dari gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara
itu, bagian atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju
ke pantai, puncak gelombang akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin
datar. Fenomena ini yang menyebabkan gelombang tersebut kemudian pecah.
Bila waktu yang diperlukan untuk
terjadi sebuah gelombang laut dihitung dari data jumlah gelombang laut yang
teramati pada sebuah selang tertentu, dapat diketahui potensi energi
gelombang laut di titik lokasi tersebut. Potensi energi gelombang laut pada
satu titik pengamatan dalam satuan kWh per meter berbanding lurus dengan
setengah dari kuadrat ketinggian signifikan dikali waktu yang diperlukan untuk
terjadi sebuah gelombang laut.
Berdasarkan perhitungan ini dapat
diprediksikan berbagai potensi energi dari gelombang laut di berbagai tempat di
dunia. Dari data tersebut, diketahui bahwa pantai barat Pulau Sumatera bagian
selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat berpotensi memiliki energi
gelombang laut sekitar 40 kw/m.
Pada dasarnya prinsip kerja teknologi
yang mengkonversi energi gelombang laut menjadi energi listrik adalah
mengakumulasi energi gelombang laut untuk memutar turbin generator. Karena itu,
sangat penting memilih lokasi yang secara topografi memungkinkan akumulasi
energi. Meskipun penelitian untuk mendapatkan teknologi yang optimal dalam
mengonversi energi gelombang laut masih terus dilakukan.
Alternatif teknologi yang diperidiksikan
tepat dikembangkan di pesisir pantai selatan Pulau Jawa adalah teknologi
Tapered Channel (Tapchan). Prinsip teknologi ini cukup sederhana, gelombang
laut yang datang disalurkan memasuki sebuah saluran runcing yang berujung pada
sebuah bak penampung yang diletakkan pada sebuah ketinggian tertentu.
Air laut yang berada dalam bak penampung
dikembalikan ke laut melalui saluran yang terhubung dengan turbin generator
penghasil energi listrik. Adanya bak penampung memungkinkan aliran air
penggerak turbin dapat beroperasi terus menerus dengan kondisi gelombang laut
yang berubah-ubah. Teknologi ini tetap memerlukan bantuan mekanisme pasang
surut dan pilihan topografi garis pantai yang tepat. Teknologi ini telah
dikembangkan sejak l985.
Alternatif teknologi pembangkit tenaga
gelombang laut yang lebih banyak dikembangkan adalah teknik osilasi kolom air
(oscillating water column). Proses pembangkitan tenaga listrik dengan teknologi
ini melalui 2 tahapan proses. Gelombang laut yang datang menekan udara pada
kolom air yang diteruskan ke kolom atau ruang tertutup yang terhubung dengan
turbin generator. Tekanan tersebut menggerakkan turbin generator pembangkit
listrik. Sebaliknya, gelombang laut yang meninggalkan kolom air diikuti oleh
gerakan udara dalam ruang tertutup yang menggerakkan turbin generator
pembangkit listrik.
Variasi prinsip teknologi ini
dikembangkan di Jepang dengan nama might whale technology. Di Skotlandia,
Inggris Raya, telah dibangun pembangkit tenaga gelombang laut yang menggunakan
teknologi ini. Pembangkit yang selesai dibangun pada 2000 ini dilengkapai
listrik sampai 500 kW. Selain itu, di Denmark dikembangkan pula teknologi
pembangkit tenaga gelombang laut yang disebut wave dragon, prinsip kerjanya
mirip dengan tapered channel. Perbedaannya pada wave dragon, saluran air dan
turbin generator diletakkan di tengah bak penampung sehingga memungkinkan
pembangkit dipasang tidak di pantai.
Pembangkit-pembangkit tersebut kemudian
dihubungkan dengan jaringan transmisi bawah laut ke konsumen. Hal ini
menyebabkan biaya instansi dan perawatan pembangkit ini mahal. Meskipun
demikian pembangkit ini tidak menyebabkan polusi dan tidak memerlukan biaya
bahan bakar karena sumber penggeraknya energi alam yang bersifat terbarukan.
E.
PLTO memakai teknologi OWC (Oscillating Wave Column).
Untuk sistem mekanik
PLTO dikenal memakai teknologi OWC (Oscillating Wave Column). Untuk OWC ini ada
dua macam, yaitu OWC tidak terapung dan OWC terapung.
1. Untuk OWC tidak terapung prinsip
kerjanya sebagai berikut. Instalasi OWC tidak terapung terdiri dari tiga bangunan
utama, yakni saluran masukan air, reservoir (penampungan), dan pembangkit. Dari
ketiga bangunan tersebut, unsur yang terpenting adalah pada tahap
pemodifikasian bangunan saluran masukan air yang tampak berbentuk U, sebab ia
bertujuan untuk menaikkan air laut ke reservoir.
Bangunan untuk memasukkan air laut ini
terdiri dari dua unit, kolektor dan konverter. Kolektor berfungsi menangkap
ombak, menahan energinya semaksimum mungkin, lalu memusatkan gelombang tersebut
ke konverter. Konverter yang didesain berbentuk saluran yang runcing di salah
satu ujungnya ini selanjutnya akan meneruskan air laut tersebut naik menuju
reservoir. Karena bentuknya yang spesifik ini, saluran tersebut dinamakan
tapchan (tappered channel).
Setelah air tertampung pada reservoir,
proses pembangkitan listrik tidak berbeda dengan mekanisme kerja yang ada pada
pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Air yang sudah terkumpul itu diterjunkan
ke sisi bangunan yang lain. Energi potensial inilah yang berfungsi menggerakkan
atau memutar turbin pembangkit listrik. OWC ini dapat diletakkan di sekitar ~50
m dari garis pantai pada kedalaman sekitar ~15 m.
Selain OWC tidak terapung, kita juga
mengenal OWC tidak terapung lain seperti OWC tidak terapung saat air pasang.
OWC ini bekerja pada saat air pasang saja, tapi OWC ini lebih kecil. Hasil
survei hidrooseanografi di wilayah perairan Parang Racuk menunjukkan bahwa
sistem akan dapat membangkitkan daya listrik optimal jika ditempatkan sebelum
gelombang pecah atau pada kedalam 4-11 meter. Pada kondisi ini akan dapat
dicapai putaran turbin antara 3000-700 rpm. Posisi prototip II OWC (Oscillating
Wave Column) masih belum mencapai lokasi minimal yang disyaratkan, karena
kesulitan pelaksanaan operasional alat mekanis. Posisi ideal akan dicapai
melalui pembangunan prototip III yang berupa sistem OWC apung.
2. Untuk OWC terapung, prinsip kerjanya
sama seperti OWC tidak terapung, hanya saja peletakannya yang berbeda.
Energi tidal juga merupakan salah satu
macam dari energi ombak. Kelemahan energi ini diantaranya adalah membutuhkan
alat konversi yang handal yang mampu bertahan dengan kondisi lingkungan laut
yang keras yang disebabkan antara lain oleh tingginya tingkat korosi dan
kuatnya arus laut.
Saat ini baru beberapa negara yang yang
sudah melakukan penelitian secara serius dalam bidang energi tidal, diantaranya
Inggris dan Norwegia. Di Norwegia, pengembangan energi ini dimotori oleh
Statkraft, perusahaan pembangkit listrik terbesar di negara tersebut. Statkraft
bahkan memperkirakan energi tidal akan menjadi sumber energi terbarukan yang
siap masuk tahap komersial berikutnya di Norwegia setelah energi hidro dan
angin. Keterlibatan perusahaan listrik besar seperti Statkraft mengindikasikan
bahwa energi tidal memang layak diperhitungkan baik secara teknologi maupun
ekonomis sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan energi dalam waktu
dekat.
F.
Pembangkit
Listrik Tenaga Gelombang Laut
Pembangkit listrik tenaga gelombang
telah dikembangkan di Jerman. Perusahaan Energie Baden-Wuttemberg Ag (EnBW)
bekerja sama dengan Vorth Siemen Hydro Power Generation GmbH & Co. Bermula
dari EnBW melihat potensi untuk pembangkit gelombang di pantai Laut Utara.
Akhirnya pemerintah Jerman merancang pilot project pembangkit listrik tenaga
gelombang.
Pembangkit listrik tenaga gelombang
laut (PLTGL) yang telah berjalan adalah PLTGL Limpet dikelola oleh Wavegen,
anak perusahaan Vorth Siemen yang berbasis di Inggris. PLTGL Limpet mampu
memproduksi listrik 500 kwh. Pembangkit tersebut menggunakan teknologi
Oscillating Water Column (OWC) yang mengubah energi gelombang menjadi udara
pendorong untuk menggerakan turbin.
Sementara itu, PLTGL yang di Jerman
akan memiliki kapasitas 250 kWh. Dengan kapasitas tersebut, PLTGL tersebut
dapat mengaliri listrik ke 120 rumah. Pemerintah Jerman berharap pembangunan
PLTG tersebut tidak mengganggu lingkungan sekitar pantai. Oleh karena itu, EnBW
menjalin kerja sama dengan proyek konservasi pantai agar pembanguan PLTGL tidak
merusak keindahan alam daerah sepanjang pantai.
Pembangkit listrik gelombang laut
komersial juga dikembangkan di ‘Negeri Kanguru’. Pusat PLTGL itu terletak di
lepas pantai Australia. Pembangkit dengan terobosan teknologi yang masih langka
itu telah memasok kebutuhan listrik sekitar 500 rumah yang berada di daerah
Selatan Sydney, Australia. Listrik baru bisa dihasilkan PLTGL jika gelombang
laut datang menerpa corong yang menghadap ke lautan. Gerakan tersebut
mengalirkan udara melalui dan masuk menggerakan `turbin. Dari putaran turbin
tersebut, sebanyak 500 kWh daya listrik dihasilkan setiap hari dan langsung
disalurkan ke rumah-rumah .
Pusat PLTGL yang di Australia merupakan
proyek percontohan. Pemerintah Australia berencana membangun PLTGL yang lebih
besar dan menghasilkan listrik lebih kuat di pantai selatan Australia. Dengan
pembangunan PLTGL, para ahli teknologi PLGL Australia pun mendapat kebanjiran
order untuk membangunan PLTGL di beberapa negara. Hawai, Spanyol, Afrika
Selatan, Cile, Meksiko, dan Amerika Serikat juga tertarik.
Perusahaan
yang mengelola PLTGL, Energetech mengaku pembangkit yang masih jarang
dikembangkan memiliki banyak keuntungan. John Bell, Direktur Keuangan
Energetech mengatakan energi gelombang laut merupakan energi yang tidak pernah
habis jika dibandingkan sumber energi lainnya. Energi gelombang laut tidak
berbeda dengan energi dari matahari dan angin.
Energi
gelombang laut adalah satu potensi laut dan samudra yang belum banyak bisa
menghasilkan listrik. Negara yang melakukan penelitian dan pengembangan potensi
energi samudra untuk menghasilkan listrik adalah Inggris, Australia, Perancis,
dan Jepang.
G. Setrum Dari Tengah Laut
Kapal Kuda Laut yang tengah mengarungi Selat
Mentawai dihantam ombak besar. Kapal terguncang-guncang, penumpang panik. Bagi
Zamrisyaf, salah satu penumpang kapal yang hendak ke Padang, peristiwa itu
justru melahirkan ide brilian. Ia berpikir: bisakah gelombang sebesar itu
menghasilkan energi listrik?
Ide tersebut lama mengendap di benaknya. Hingga suatu hari
anggota staf perencanaan Perusahaan Listrik Negara Wilayah Sumatera Barat itu
ditugasi ke Jakarta. Dalam perjalanan, lagi-lagi kapal laut yang ditumpanginya
dihantam badai besar. Keesokan paginya, seorang kawan bercerita bahwa badai
besar membuat lonceng di depan kapal tak henti berdentang. Ide lama yang
mengendap pun terkuak. Zamrisyaf terinspirasi goyangan bandul lonceng
kapal.
"Bandul bergerak karena besarnya gelombang laut," kata
Zamrisyaf. Ia lantas mewujudkan khayalannya dalam sebuah konsep. Ia memberi
rancangannya nama: Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan.
Karyanya ini diakui sebagai sebuah inovasi baru dan telah dipatenkan pada 2002.
Dalam daftar 100 Inovasi Indonesia 2008 yang dilansir Kementerian Riset dan
Teknologi, namanya tertera di sana. Dua bulan lalu, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengundang dia ke Istana karena temuannya itu.
Pembangkit Sistem Bandulan, yang rancang bangunnya berbentuk
ponton, ditempatkan mengapung di atas permukaan air laut. Pembangkit ini
mengikuti gerak atau arus gelombang sesuai dengan frekuensi gelombang laut.
Gerakan bandul yang terus-menerus menyebabkan pembangkit mampu mengeluarkan
energi atau daya listrik. Menurut Electric Power Research Institute, organisasi
nonprofit yang mengkhususkan diri pada penelitian dan pengembangan tenaga
listrik, daerah pesisir pantai selatan Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara memiliki
potensi energi gelombang laut cukup besar. Sejauh ini, kawasan tersebut
tercatat memiliki potensi energi 10-20 kilowatt per meter gelombang. Bahkan
pernah tercatat di beberapa tempat mencapai 70 kilowatt per meter. Dalam
perhitungan Zamrisyaf, untuk area lautan dengan luas kurang-lebih satu
kilometer persegi, energi gelombang laut dapat menghasilkan daya listrik
sekitar 20 megawatt dengan biaya investasi Rp 20 juta per kilowatt atau total
Rp 400 miliar. Jumlah tersebut sama dengan kekurangan daya listrik di Sumatera
Barat saat ini. Nilai investasi pembangkit ini hampir sama dengan membangun
sebuah pembangkit listrik tenaga air atau uap. "Bahkan lebih mahal
dibanding diesel. Tapi, setelah beroperasi, akan jauh lebih murah karena tenaga
yang digunakan gratis," ucap Zamrisyaf.
Pembangkit sengaja didesain berbentuk ponton untuk menahan
derasnya gelombang laut. Di dalam ponton tersebut terdapat sejumlah peralatan
utama, seperti bandul, pemindah gerak bandul menjadi gerak putar, transmisi
putaran, roda gila (flywheel), dan dinamo.
Bandul dalam pembangkit ini mengubah energi potensial berupa
gelombang laut menjadi energi kinetik. Bandul yang dipasang sedemikian rupa di
dalam ponton akan bergerak (bergoyang) jika ponton bergerak sesuai dengan alur
gelombang. Untuk mendapatkan daya atau energi listrik, diperlukan gerak rotasi.
Gunanya memutar dinamo. Dengan jumlah putaran per menit tertentu, gerak rotasi
dapat menghasilkan energi listrik dari dinamo. Dengan pembangkit ini, Zamrisyaf
yakin bisa membantu pemerintah mengatasi krisis energi. Selain praktis, ramah
lingkungan, dan efisien, pembangkit gelombang laut sangat cocok untuk wilayah
kepulauan seperti Indonesia. Sebelum temuannya diakui sebagai inovasi baru
tahun ini, Zamrisyaf sudah enam kali melakukan uji coba sejak 2002. Saat itu
alat yang digunakan masih sederhana. Ia merangkai enam drum menjadi ponton
sebagai alas. Alat ini dilengkapi bandul dan pelat becak, tapi belum dipasangi
dinamo. Sayang, hasilnya kurang memuaskan. Salah satu lengan bandul
rusak.
Tak patah arang, setahun kemudian Zamrisyaf memperbaiki
temuannya. Kali ini peralatan yang digunakan bergerak dengan bagus. Roda gila,
bandul, dan pelat becak berputar. Agar temuannya lebih sempurna, ia tiga kali
mengulang eksperimen tersebut. Ia menghabiskan dana hingga Rp 40 juta. "Dari
uang pribadi karena tak ada yang mau mendanai kalau belum melihat
hasilnya," ujar Zamrisyaf.
Beruntung, tahun lalu PLN Wilayah Sumatera Barat, tempat ia
bekerja, mau membantu. Kali ini uji coba dilakukan di Pantai Ulak Karang,
Padang. Dalam percobaan ini, dinamo sudah terpasang sehingga mulai menghasilkan
listrik. "Lampunya bisa nyala dan berkedip. Kadang terang, kadang redup.
Itu menandakan energi gelombang ini sudah bisa menghasilkan listrik," ucap
Zamrisyaf bangga.
Namun bantuan PLN tak berlanjut. Menurut General Manager PT PLN
Wilayah Sumatera Barat Hudiono, instansinya saat ini tak memiliki pos
pengeluaran untuk mendanai temuan itu. PLN hanya berfokus melayani pelanggan
dengan baik. "Kalau listrik tidak menyala karena uangnya kita pakai untuk
penelitian, bagaimana?" ucap Hudiono. Meski begitu, Hudiono mengaku
sudah berusaha membantu dengan menyampaikan masalah tersebut ke PLN pusat.
"Kata pusat, oke, kita upayakan untuk mencari anggaran. Tapi PLN itu
menerima uang dari pelanggan yang jumlahnya lebih kecil daripada biaya yang
diperlukan untuk memproduksi listrik," katanya. Untuk skala lebih besar,
Zamrisyaf membayangkan dalam satu ponton akan ada empat sampai enam bandul.
Namun semua itu tergantung berapa panjang gelombang laut yang ada dan berapa
tinggi gelombang tersebut. Daya listrik yang bisa dihasilkan berkisar 100-300
kilowatt untuk satu ponton.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi juga telah
mengembangkan pembangkit ini di Pantai Parangracuk, Baron, Yogyakarta. Melalui
alat tersebut, didapat daya listrik 522 kilowatt. Sebelumnya, di Pantai Tanjung
Karang, Mataram, mahasiswa lulusan universitas di Makassar dan Malang berhasil
membuat pembangkit yang sama. Di Surabaya, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh
Nopember sukses meningkatkan daya listrik hingga 90 persen dengan memanfaatkan
energi gelombang laut. Namun cara kerja pembangkit yang digunakan berbeda satu
dengan yang lain.
Di luar negeri, pemanfaatan gelombang laut sebagai pembangkit
tenaga listrik sudah mencapai tahap komersialisasi. Australia, Skotlandia,
Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Belanda merupakan contoh negara yang
serius mengembangkan teknologi konversi gelombang laut ini. Bedanya, di sana,
kebanyakan pembangkit listrik ditanamkan di dalam laut. Pembangkit temuan
Zamrisyaf berada di atas permukaan laut sehingga tak ada peralatan yang
bersentuhan dengan air laut secara langsung, kecuali ponton. Dengan begitu,
alat ini mudah dipindahtempatkan.
Meski begitu, karya Zamrisyaf bukan tanpa cacat. Peralatan yang
digunakan mudah mengalami korosi air laut. Pembangkit yang tahun lalu dipasang
di Pantai Ulak Karang terpaksa dibongkar enam bulan kemudian karena faktor
korosi. Panjang pantai Indonesia kurang-lebih 81 juta kilometer. Bila 10
persen saja pesisir pantai dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, akan
dihasilkan kurang-lebih 16 gigawatt (bila dihitung 20 kilowatt per meter
gelombang). Sumatera Barat memiliki panjang pantai 375 kilometer. Jika 10
persen dimanfaatkan untuk energi gelombang laut, itu berarti dapat menghasilkan
listrik setara dengan 750 megawatt. "Kalau digunakan, tak akan ada
pemadaman bergilir lagi," ujar Zamrisyaf.
E.
Kesimpulan
Semakin pesatnya perkembangan zaman maka semakin besar
pula kebutuhan manusia akan sumber daya energi guna memenuhi semua hal dalam
kehidupan. Namun semua itu didukung oleh perkembangan teknologi yang juga
semakin pesat dan dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, ditambah semakin
banyak ditemukan sumber daya energi baru selain sumber daya energi fosil
seperti, batubara, minyak bumi, gas, dan lain sebagainya.
Dengan ditemukannya sumber daya enegi baru yang dapat
diperbarui, seperti memanfaatkan energi gelombang laut atau ombak diharapkan
mampu menambah dan memberi kemudahan dalam kehidupan sehari-hari.
Semua yang ada di alam ini tidak diciptakan dengan
sia-sia, ini semua tergantung kepada manusia yang harus bisa mengolah menjadi
sesuatu yang bermanfaat tanpa melakukan eksploitasi yang berlebihan yang malah
akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA